Karna, panglima Astina yang selalu mengangkat dagunya, tapi
sungguh rendah hati sikapnya. Selama ini dikenal sebagai anak pungut kusir
Adirata dan istrinya yang benama Radha. Tersebutlah riwayat bahwa bayi itu
dihanyutkan oleh Dewi Kunti, ibunya sendiri. Karena lahir sebagai hasil
hubungan gelap dengan Batara Surya.
Mencapai usia remaja, Karna menjadi dekat dengan para
Kurawa. Agaknya karena Adirata menjadi sais istana. Namun para Kurawa
menyukainya, karena Karna menjadi andalan mereka untuk menyaingi Arjuna.
Meskipun Durna berjanji hanya memberi ilmu kepada keturunan Baratha, namun
Kurawa selalu melibatkan Karna dan ketrampilannya membuat Durna tak bisa
menolak.
Suatu hari berhadapanlah Arjuna dan Karna dalam suatu
pertunjukan ketangkasan. Di balkon dari kejauhan, diam-diam Dewi Kunti
meneteskan airmata, karena mengenali Karna sebagai anaknya. Saat mereka siap
bertarung, Bima mempersoalkan status Karna, karena ksatria hanya bisa
berhadapan dengan ksatria. Maka Suyudana menjadi dewa penolong yang menentukan
kehidupan Karna, dia mengangkatnya menjadi Adipati, atas utang budi ini Karna
akan berpihak kepada Kurawa dalam Baratayudha.
Suatu senja di tepi sungai Dewi Kunti menemui Karna. Sebagai
Karna, ia telah mendapatkan pemberitauan Batara Surya tentang siapa dirinya.
Namun sudah lama ia mematikan perasaannya. Selain ibu Kunti tidak pernah
menunjukan sikap bahwa mereka berhubungan darah, kasih sayang ibu Radha tidak
membuatnya merasa membutuhkan ibu kedua. Kunti meminta Karna untuk memihak
kepada Pandawa karena dia adalah kakak tertua mereka, dan tahta Indraphasta
seharusnya berada di tangannya. Dalam benak Karna timbul pertanyaan, apakah
yang membuat mereka berpikir, bahwa ia akan bersedia menyebrang dari pihak
Kurawa ke Pandawa, dengan imbalan tahta? Tentu ia tidak buta, bahwa Kurawa
sangat tidak patut untuk dibela. Namun bagi Karna, ketika Bima merasa Arjuna
tidak perlu melayaninya di masa remaja karena ketidak setaraan kastanya, adalah
Kurawa yang berbuat baik dan mengangkat derajatnya. Membalas kebaikan dengan
pengkhianatan tidak mungkin dilakukan Adipati Awangga, Karna.
Karna pun mengerti seorang Ibu tidak akan berpihak, bagi
Kunti jalan terbaik adalah Karna berperang di pihak Pandawa. Namun akhirnya
Karna menolak permintaan ibunya tapi sebagai tanda baktinya ia memilih salah
seorang dari Pandawa untuk menandinginya dalam Baratayudha dan itu adalah
Arjuna.
“Siapapun yang gugur nanti, anakmu akan tetap lima, wahai
ibuku...” ujar Karna sembari tersenyum.
Syahdan, pertempuran Karna dan Arjuna merupakan puncak drama
Baratayudha. Langit mengerjap-ngerjap antara gelap dan terang selama mereka
bertempur, panah-panah berhamburan penuh ancaman maut. Langit mendung
bergulung-gulung dan surya menghilang ketika Karna gugur sebagai pahlawan,
terpenuhi janji seorang anak kepada ibunya pada suatu senja di tepi sungai,
betapa siapapun yang gugur di antara mereka berdua, jumlah anaknya tetaplah
seperti diakui semula.
ini sebenernya berasal dari novelnya Seno Gumira Aji Darma yang judulnya Biola Tak Berdawai.. aku suka sama cerita pewayangan dan selama ini aku emang udah suka dengan kisah hidupnya Adipati Karna tapi nggak pernah suka dengan yang diceritakan oleh orang-orang mengenai watak tokohnya... tapi baru kali ini aku jatuh hati sama tokoh Adipati Karna yang digambarkan Seno Gumira, Karna jadi terlihat keren :D
No comments:
Post a Comment